Selasa, 25 Juni 2013

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH (MENCARI PASANGAN)

Juryanti
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas PGRI Yogyakarta

Abstrak
Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika. Hal ini karena model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) mengandung unsur permainan sehingga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa baik secara kognitif maupun fisik.

Kata kunci       : Aktivitas belajar, Model pembelajaran kooperatif tipe
                          Make  a Match (mencari pasangan)

LATAR BELAKANG MASALAH
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, setiap jenjang pendidikan  mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi pelajaran matematika selalu diberikan. Hal ini karena matematika diberikan kepada siswa untuk membantu siswa memperoleh, mengelolah dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan konservatif (Ibrahim dan Suparni, 2008:36). Ketercapaian tujuan pembelajaran matematika dapat dilihat dari hasil belajar matematika. Hasil belajar matematika dikatakan tercapai apabila dengan usaha belajar tertentu memberikan prestasi belajar tinggi (Haryu Islamuddin, 2012:174). Guru sebagai pengajar sekaligus pendidik harus bisa memahami kondisi lingkugan belajar, baik dalam penggunaan strategi, metode dan model pembelajaran yang tepat sehingga hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Walaupun setiap sekolah pasti memiliki masalah dalam proses pembelajaran matematika baik yang bersumber dari guru, siswa maupun lingkungan sekolah. Oleh karena itu, tergantung bagaimana sekolah dalam mengatasi permasalahan yang muncul dalam proses pembelajar tersebut, sehingga proses pembelajaran matematika bisa terlaksana secara optimal.
Berdasarkan kenyataan di sekolah-sekolah, salah satu masalah pokok yaitu masih kurangnya aktivitas belajar siswa. Kurangnya aktivitas belajar siswa ini, dapat dilihat pada saat proses pembelajaran berlangsung masih banyak siswa yang pasif baik dalam bidang kognitif maupun fisik saat mengikuti pembelajaran. Selain itu, dalam proses pembelajaran masih banyaknya siswa yang tidak fokus dalam mengikuti proses pembelajaran. Ketidak fokusan ini dapat dilihat pada saat proses pembelajaran berlangsung masih banyak siswa yang asyik bermain dengan temannya daripada mendengarkan penjelasan guru. Di samping itu, model pembelajaran yang diterapkan oleh guru kurang menarik dan membuat siswa bosan saat mengikuti pembelajaran, sehingga pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru kurang. Hal ini karena mengakibatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika  rendah.
Untuk meningkatkan aktivitas siswa pada mata pelajaran matematika salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah seperti mengubah model pembelajarannya. Dengan demikian, diperlukan suatu model pembelajaran yang dimungkinkan dapat meningkatkan aktivitas siswa pada mata pelajaran matematika. Oleh karena itu perlunya diterapkan suatu model pembelajaran kelompok yang menyenangkan dan membuat siswa lebih aktif dalam meningkuti pembelajaran matematika.
Salah satu model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (Mencari Pasangan) merupakan model pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif dan cepat dalam menyelesaikan masalah. Make a Match (Mencari Pasangan) merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi pola pembelajaran di kelas yang menyenangkan. Lantas, bagaimana meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan)? Tulisan tersebut mengulas hal tersebut.
BAHASAN
Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas berasal dari kata dasar aktif yang artinya giat (bersifat gerak). Sedangkan aktivitas artinya kegiatan (Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1998: 17). Aktivitas adalah segala perbuatan yang sengaja dirancang oleh guru untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa seperti kegiatan diskusi, demonstrasi, simulasi, melakukan percobaan dan lain sebagainya (Wina Sanjaya, 2006: 176).
Menurut killen yang dikutip oleh Wina Sanjaya, belajar bukanlah menghapal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan.karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas yang dimaksudkan tidak terbatas pada aktivitas fisik, akan tetati juga meliputi aktivitas yang bersifat pisikis seperti aktivitas mental (Wina Sanjaya, 2006: 132).
Menurut JohnHolt yang dikutip oleh Melvin L. Siberman (Melvin L. siberman, 2012: 26), proses belajar akan semangkin meningkat jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal sebagai berikut.
a.       Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka sendiri.
b.      Memberikan contoh.
c.       Mengenalinya dalam berbagai bentuk dan contoh.
d.      Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain.
e.       Menggunakannya dengan beragam cara.
f.       Memprediksikan sejumlah konsekuensinya.
g.      Menyebutkan lawan atau kebalikannya.
Belajar memerlukan aktivitas, tanpa aktivitas belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. Menurut Mentessori yang dikutip oleh Sardiman berpendapat bahwa siswa memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Guru adalah pembimbing dan pengamat. Dengan kata lain siswa yang lebih banyak melakukan aktivitas dalam pembentukan diri. Sedangkan Roussean menjelaskan bahwa pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri. Setiap orang yang belajar harus aktif sendiri (Sardiman, 2012: 96).
Menurut Paul B. Diedrich yang dikutip oleh Sardiman, aktivitas siswa (Sardiman, 2012: 101) digolongkan sebagai berikut.
a.       Visual activities, yang termasuk didalamnya seperti membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan dan pekerjaan orang lain.
b.      Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi.
c.       Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, music dan pidato.
d.      Writing activities, seperi menulis cerita, karangan, laporan, angket dan menyalin.
e.       Drawing activities, misalnya menggambar, membuat garafik, peta dan diagram.
f.       Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun dan beternak.
g.      Mental activities, sebagai contoh misalnya: menggapai, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan dan mengambil keputusan.
h.      Emotional activities, seperi misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.
Jadi dengan klasifikasi aktivitas seperti yang diuraikan di atas, menunjukan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Kalau berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi aktivitas belajar yang maksimal dan bahkan akan mempelancar peranannya sebagai pusat dan transformasi kebudayaan. Hal ini berdampak pula dalam pembelanjaran matematika.

Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)
a.      Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)
Pengertian pembelajaran kooperatif (cooperative learning) menurut beberapa ahli, yaitu:
1)      Slavin (1984) : “Cooperatif learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen”.
2)      Michaels (1977) : “ Cooperatif learning is more effective in increasing motive and performance students
3)      Tom V. Savage (1987: 217) : “ Cooperatif learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerjasama dalam kelompok”.
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bias dianggap pembelajaran kooperatif  untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsure dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan (Agus Suprijono, 2009:58), yaitu sebagai berikut.
1)      Positive interdependence (saling ketergantungan positif).
2)      Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan).
3)      Face to face promotive interaction (interaksi promotif).
4)      Interpersonal skill (komunikasi antaranggota).
5)      Group processing (pemrosesan kelompok).
b.      Karateristik Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pembelajaran, tetapi juga adanya unsure kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi cirri khas dari cooperatif learning.
Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut.
1)      Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencari tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2)      Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Manajemen kooperatif mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi manajemen sebagai perencanaan, fungsi manajemen sebagai organisasi, dan fungsi manajemen sebagai kontrol.
3)      Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
4)      Keterampilan Bekerja Sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara kelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
a.      Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
Metode Make a Match (mencari pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan dari teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan (Rusman, 2010: 223).
Tujuan dari model pembelajaran Make a Match (mencari pasangan) (Miftahul Huda, 2013: 251) adalah sebagai berikut.
1)      Pendalaman materi
2)      Penggalian materi
3)      Edutainment
Adapun persiapan yang harus dilakukan oleh guru sebelum proses pembelajaran berlangsung  (Miftahul Huda, 2013: 251) yaitu sebagai berikut.
1)      Membuat beberapa pertanyaan sesuai dengan materi yang dipelajari (jumlahnya tergantung tujuan pembelajaran) kemudian menulisnya dalam kartu-kartu pertanyaan.
2)      Membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat dan menulisnya dalam kartu-kartu jawaban. Akan lebih baik kartu jawaban dan kartu pertanyaan berbeda warna.
3)      Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal (di sini, guru dapat membuat aturan ini bersama-sama dengan siswa).
4)      Menyediakan lembar untuk mencatat pasangan-pasangan yang berhasil sekaligus untuk pensekoran presentasi.
Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokan kartunya diberi poin.

b.      Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
Langkah-langkah model pembelajaran Make a Match (mencari pasangan) (Miftahul Huda, 2013: 252) adalah sebagai berikut.
1)      Guru menyampaikan materi atau member tugas kepada siswa untuk mempelajari materi di rumah.
2)      Siswa dibagi kedalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B. Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.
3)      Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B.
4)      Guru menyampakian kepada siswa bahwa mereka harus mencari/mencocokan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimal waktu yang ia berikan kepada mereka.
5)      Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka udah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan.
6)      Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis. Siswa yang belum menemukan pasangannya diminta untuk berkumpul sendiri.
7)      Guru memanggil satu pasangaan untuk prsentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan meberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.
8)      Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.
9)      Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
a.      Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
Adapun kelebihan dalam model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) (Miftahul Huda, 2013: 253) adalah sebagai berikut.
1)      Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.
2)      Karena ada unsure permainan, maka model pembelajaran ini menyenangkan.
3)      Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
4)      Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
5)      Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

b.      Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
Adapun kelemahan dalam model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) (Miftahul Huda, 2013: 253) adalah sebagai berikut.
1)      Jika model pembelajaran ini tidak dipersiapakan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.
2)      Pada awal penerapan model pembelajaran ini, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.
3)      Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baiak, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat prentasi pasangan.
4)      Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada yang tidak mendapatkan pasangan, karena mereka bisa malu.
5)      Mengunakan model pembelajaran ini secata terus-menerus akan menimbulkan kebosanan.





Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
Aktivitas merupakan asas yang sangat penting dalam interaksi belajar-mengajar (Sardiman, 2012:96). Oleh karena itu, aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran sangat penting. Hal ini karena akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Dimana belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Wina Sanjaya: 2006:132).
Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Wina Sanjaya: 2006:132). Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa baik dari segi fisik maupun mental. Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (Mencari Pasangan) merupakan suatu model pembelajaran mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan (Rusman, 2010: 223). Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) ini adalah model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik (Miftahul Huda: 2013:253).
Berdasarkan karateristik yang terdapat pada model pembelajaran kooperatif  tipe Make a Match (Mencari Pasangan) tersebut, model pembelajaranan ini dimungkinkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah. Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (Mencari Pasangan) membuat siswa lebih aktif dan menyenangkan dalam mengikuti pelajaran, sehingga pembelajaran matematika tidak membosankan. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (Mencari Pasangan) dimungkinkan dapat meningkatkan aktivitas siswa pada mata pelajaran matematika.

KESIMPULAN
Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) dapat meningkatkan aktivitas siswa pada pembelajaran matematika. Hal ini karena model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) merupakan model pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif dan cepat dalam menyelesaikan masalah. Selain itu model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) mengandung unsur permaian, sehingga siswa tidak akan merasa bosan saat proses pembelajaran berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA
Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Haryu Islamuddin. 2012. Pisikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ibrahim dan Suparni. 2008. Strategi Pembelajaran Matematika.Yogyakarta: bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Melvin, L Sibermen. 2012. Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nuansa.
Miftahul Huda. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sardiman. 2012. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.