MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR
SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH (MENCARI PASANGAN)
Juryanti
Program
Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas PGRI Yogyakarta
Email:
juryanti@yahoo.co.id
Abstrak
Model
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
(mencari pasangan) dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran
matematika. Hal ini karena model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan)
mengandung unsur permainan sehingga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa
baik secara kognitif maupun fisik.
Kata kunci : Aktivitas belajar, Model pembelajaran
kooperatif tipe
Make a Match (mencari pasangan)
LATAR
BELAKANG MASALAH
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan
penting dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, setiap jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi
pelajaran matematika selalu diberikan. Hal ini karena matematika diberikan
kepada siswa untuk membantu siswa memperoleh, mengelolah dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti
dan konservatif (Ibrahim dan Suparni, 2008:36). Ketercapaian
tujuan pembelajaran matematika dapat dilihat dari hasil belajar matematika.
Hasil belajar matematika dikatakan tercapai apabila dengan usaha belajar
tertentu memberikan prestasi belajar tinggi (Haryu Islamuddin, 2012:174). Guru
sebagai pengajar sekaligus pendidik harus bisa memahami kondisi lingkugan belajar, baik dalam
penggunaan strategi, metode dan model pembelajaran yang tepat sehingga hasil
belajar siswa menjadi lebih baik. Walaupun setiap sekolah pasti memiliki masalah
dalam proses pembelajaran matematika baik yang bersumber dari guru, siswa
maupun lingkungan sekolah. Oleh
karena itu, tergantung bagaimana sekolah dalam
mengatasi permasalahan yang muncul dalam proses pembelajar tersebut, sehingga proses
pembelajaran matematika bisa terlaksana secara optimal.
Berdasarkan
kenyataan di sekolah-sekolah, salah satu masalah pokok yaitu masih kurangnya
aktivitas belajar siswa. Kurangnya aktivitas belajar siswa ini, dapat dilihat pada
saat proses pembelajaran berlangsung masih banyak siswa yang pasif baik dalam bidang
kognitif maupun fisik saat mengikuti pembelajaran. Selain itu, dalam proses
pembelajaran masih banyaknya siswa yang tidak fokus dalam mengikuti proses
pembelajaran. Ketidak fokusan ini dapat dilihat pada saat proses pembelajaran
berlangsung masih banyak siswa yang asyik bermain dengan temannya daripada
mendengarkan penjelasan guru. Di samping itu, model pembelajaran yang
diterapkan oleh guru kurang menarik dan membuat siswa bosan saat mengikuti
pembelajaran, sehingga pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan oleh
guru kurang. Hal ini karena mengakibatkan prestasi belajar siswa dalam
pembelajaran matematika rendah.
Untuk
meningkatkan aktivitas siswa pada mata pelajaran matematika salah satu
alternatif yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas pembelajaran
matematika di sekolah seperti mengubah model pembelajarannya. Dengan demikian,
diperlukan suatu model pembelajaran yang dimungkinkan dapat meningkatkan aktivitas
siswa pada mata pelajaran matematika. Oleh karena itu perlunya diterapkan suatu
model pembelajaran kelompok yang menyenangkan dan membuat siswa lebih aktif
dalam meningkuti pembelajaran matematika.
Salah satu model
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
(Mencari Pasangan) merupakan model pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif
dan cepat dalam menyelesaikan masalah. Make
a Match (Mencari Pasangan) merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat
variasi pola pembelajaran di kelas yang menyenangkan. Lantas, bagaimana
meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
(mencari pasangan)? Tulisan tersebut mengulas hal tersebut.
BAHASAN
Aktivitas
Belajar Siswa
Aktivitas
berasal dari kata dasar aktif yang artinya giat (bersifat gerak). Sedangkan
aktivitas artinya kegiatan (Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, 1998: 17). Aktivitas adalah segala perbuatan yang sengaja dirancang
oleh guru untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa seperti kegiatan diskusi,
demonstrasi, simulasi, melakukan percobaan dan lain sebagainya (Wina Sanjaya,
2006: 176).
Menurut
killen yang dikutip oleh Wina Sanjaya, belajar bukanlah menghapal sejumlah
fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.karena itu, strategi pembelajaran harus
dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas yang dimaksudkan tidak terbatas pada
aktivitas fisik, akan tetati juga meliputi aktivitas yang bersifat pisikis
seperti aktivitas mental (Wina Sanjaya, 2006: 132).
Menurut
JohnHolt yang dikutip oleh Melvin L. Siberman (Melvin L. siberman, 2012: 26),
proses belajar akan semangkin meningkat jika siswa diminta untuk melakukan
hal-hal sebagai berikut.
a.
Mengemukakan kembali informasi
dengan kata-kata mereka sendiri.
b.
Memberikan
contoh.
c.
Mengenalinya
dalam berbagai bentuk dan contoh.
d.
Melihat
kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain.
e.
Menggunakannya
dengan beragam cara.
f.
Memprediksikan
sejumlah konsekuensinya.
g.
Menyebutkan
lawan atau kebalikannya.
Belajar memerlukan aktivitas, tanpa
aktivitas belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. Menurut Mentessori
yang dikutip oleh Sardiman berpendapat bahwa siswa memiliki tenaga-tenaga untuk
berkembang sendiri, membentuk sendiri. Guru adalah pembimbing dan pengamat.
Dengan kata lain siswa yang lebih banyak melakukan aktivitas dalam pembentukan diri.
Sedangkan Roussean menjelaskan bahwa pengetahuan harus diperoleh dengan
pengamatan sendiri. Setiap orang yang belajar harus aktif sendiri (Sardiman,
2012: 96).
Menurut Paul B. Diedrich yang
dikutip oleh Sardiman, aktivitas siswa (Sardiman, 2012: 101) digolongkan
sebagai berikut.
a.
Visual activities, yang
termasuk didalamnya seperti membaca, memperhatikan gambar demonstrasi,
percobaan dan pekerjaan orang lain.
b.
Oral activities, seperti
menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan
wawancara, diskusi dan interupsi.
c.
Listening activities, sebagai
contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, music dan pidato.
d.
Writing activities, seperi
menulis cerita, karangan, laporan, angket dan menyalin.
e.
Drawing activities, misalnya menggambar,
membuat garafik, peta dan diagram.
f.
Motor activities, yang
termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model
mereparasi, bermain, berkebun dan beternak.
g.
Mental activities, sebagai
contoh misalnya: menggapai, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat
hubungan dan mengambil keputusan.
h.
Emotional activities, seperi
misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani,
tenang dan gugup.
Jadi dengan klasifikasi aktivitas
seperti yang diuraikan di atas, menunjukan bahwa aktivitas di sekolah cukup
kompleks dan bervariasi. Kalau berbagai macam kegiatan tersebut dapat
diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak
membosankan dan benar-benar menjadi aktivitas belajar yang maksimal dan bahkan
akan mempelancar peranannya sebagai pusat dan transformasi kebudayaan. Hal ini
berdampak pula dalam pembelanjaran matematika.
Model
Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif
Learning)
a. Pengertian
Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)
Pengertian pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) menurut beberapa ahli, yaitu:
1)
Slavin
(1984) : “Cooperatif learning adalah
suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat
sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen”.
2)
Michaels
(1977) : “ Cooperatif learning is more
effective in increasing motive and performance students”
3)
Tom V.
Savage (1987: 217) : “ Cooperatif
learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerjasama dalam kelompok”.
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua
belajar kelompok bias dianggap pembelajaran kooperatif untuk mencapai hasil yang maksimal, lima
unsure dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan (Agus
Suprijono, 2009:58), yaitu sebagai berikut.
1)
Positive interdependence (saling
ketergantungan positif).
2)
Personal responsibility (tanggung
jawab perseorangan).
3)
Face to face promotive interaction (interaksi
promotif).
4)
Interpersonal skill (komunikasi
antaranggota).
5)
Group processing (pemrosesan
kelompok).
b.
Karateristik Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan
pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya
kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pembelajaran, tetapi juga
adanya unsure kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama
inilah yang menjadi cirri khas dari cooperatif
learning.
Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan
sebagai berikut.
1)
Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencari tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat
setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
2)
Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Manajemen kooperatif mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi manajemen sebagai perencanaan,
fungsi manajemen sebagai organisasi, dan fungsi manajemen sebagai kontrol.
3)
Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan
dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran
kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
4)
Keterampilan Bekerja Sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan
pembelajaran secara kelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau
dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
a.
Pengertian
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
Metode Make a
Match (mencari pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam
pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah
satu keunggulan dari teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan (Rusman,
2010: 223).
Tujuan dari model pembelajaran Make a Match (mencari pasangan) (Miftahul Huda, 2013: 251) adalah
sebagai berikut.
1)
Pendalaman
materi
2)
Penggalian
materi
3)
Edutainment
Adapun persiapan yang harus dilakukan
oleh guru sebelum proses pembelajaran berlangsung (Miftahul Huda, 2013: 251) yaitu sebagai
berikut.
1) Membuat beberapa pertanyaan sesuai dengan materi yang
dipelajari (jumlahnya tergantung tujuan pembelajaran) kemudian menulisnya dalam
kartu-kartu pertanyaan.
2) Membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
telah dibuat dan menulisnya dalam kartu-kartu jawaban. Akan lebih baik kartu
jawaban dan kartu pertanyaan berbeda warna.
3) Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang
berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal (di sini, guru dapat membuat aturan
ini bersama-sama dengan siswa).
4) Menyediakan lembar untuk mencatat pasangan-pasangan
yang berhasil sekaligus untuk pensekoran presentasi.
Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu
siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas
waktunya, siswa yang dapat mencocokan kartunya diberi poin.
b.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a
Match (Mencari Pasangan)
Langkah-langkah model pembelajaran Make a Match (mencari pasangan) (Miftahul Huda, 2013: 252) adalah sebagai berikut.
1)
Guru
menyampaikan materi atau member tugas kepada siswa untuk mempelajari materi di
rumah.
2)
Siswa
dibagi kedalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B. Kedua kelompok
diminta untuk berhadap-hadapan.
3)
Guru
membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok
B.
4)
Guru
menyampakian kepada siswa bahwa mereka harus mencari/mencocokan kartu yang
dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan
maksimal waktu yang ia berikan kepada mereka.
5)
Guru
meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika
mereka udah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan
diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan.
6)
Jika
waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis. Siswa yang
belum menemukan pasangannya diminta untuk berkumpul sendiri.
7)
Guru
memanggil satu pasangaan untuk prsentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak
mendapat pasangan memperhatikan dan meberikan tanggapan apakah pasangan itu
cocok atau tidak.
8)
Terakhir,
guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan
jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.
9)
Guru
memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan
melakukan presentasi.
Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
a. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
Adapun kelebihan dalam model
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
(mencari pasangan) (Miftahul
Huda, 2013: 253) adalah sebagai berikut.
1) Dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.
2) Karena ada
unsure permainan, maka model pembelajaran ini menyenangkan.
3) Meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.
4) Efektif
sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
5) Efektif
melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
b. Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
Adapun kelemahan dalam model
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
(mencari pasangan) (Miftahul
Huda, 2013: 253) adalah sebagai berikut.
1)
Jika
model pembelajaran ini tidak dipersiapakan dengan baik, akan banyak waktu yang
terbuang.
2)
Pada
awal penerapan model pembelajaran ini, banyak siswa yang akan malu berpasangan
dengan lawan jenisnya.
3)
Jika
guru tidak mengarahkan siswa dengan baiak, akan banyak siswa yang kurang
memperhatikan pada saat prentasi pasangan.
4)
Guru
harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada yang tidak mendapatkan
pasangan, karena mereka bisa malu.
5)
Mengunakan
model pembelajaran ini secata terus-menerus akan menimbulkan kebosanan.
Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa
dalam Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan)
Aktivitas merupakan asas yang sangat penting dalam interaksi
belajar-mengajar (Sardiman, 2012:96). Oleh karena itu, aktivitas belajar siswa
dalam proses pembelajaran sangat penting. Hal ini karena akan mempengaruhi
prestasi belajar siswa. Dimana belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau
informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan
tujuan yang diharapkan (Wina Sanjaya: 2006:132).
Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi
juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Wina
Sanjaya: 2006:132). Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa baik dari segi fisik maupun mental. Model
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
(Mencari Pasangan) merupakan suatu model pembelajaran mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan
(Rusman, 2010: 223). Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) ini
adalah model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik
secara kognitif maupun fisik (Miftahul Huda: 2013:253).
Berdasarkan karateristik yang terdapat pada model pembelajaran
kooperatif tipe Make a Match (Mencari Pasangan) tersebut, model pembelajaranan ini
dimungkinkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah. Pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make
a Match (Mencari Pasangan) membuat siswa lebih aktif dan menyenangkan dalam
mengikuti pelajaran, sehingga pembelajaran matematika tidak membosankan. Oleh
karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (Mencari Pasangan) dimungkinkan dapat meningkatkan
aktivitas siswa pada mata pelajaran matematika.
KESIMPULAN
Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) dapat meningkatkan aktivitas siswa pada
pembelajaran matematika. Hal ini karena model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan)
merupakan model pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif dan cepat dalam
menyelesaikan masalah. Selain itu model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan)
mengandung unsur permaian, sehingga siswa tidak akan merasa bosan saat proses
pembelajaran berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Haryu Islamuddin. 2012. Pisikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ibrahim dan Suparni. 2008. Strategi Pembelajaran Matematika.Yogyakarta: bidang Akademik UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Melvin, L Sibermen. 2012. Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nuansa.
Miftahul Huda. 2013. Model-model Pengajaran dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rusman. 2010. Model-model
Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Sardiman. 2012. Interaksi
& Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa. 1988. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.